Follow me

Sabtu, 20 Februari 2010

Yayuk Daryanti - Adopsi IFRS untuk Daya Saing di Masa Depan - Apakah Kita Siap?

>>

Adopsi IFRS untuk Daya Saing di Masa Depan

oleh : Neviana

Mengapa Enron, salah satu raksasa energi Amerika Serikat, dapat mencapai pertumbuhan yang fenomenal dalam waktu singkat, kemudian jatuh bangkrut dalam waktu yang singkat pula? “Ilmu” apakah yang dipakai Jeff Skilling, si jenius lulusan Harvard Business School dan mantan konsultan firma terkemuka McKinsey untuk mencapai semua itu? Jawabnya: akuntansi. Siapakah yang “melindungi” dan meng-approve praktik akuntansi Enron sebelum terungkap? Tak lain adalah akuntan publik Arthur Andersen.

Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan keuangan merupakan produk utama dalam mekanisme pasar modal. Efektivitas dan ketepatan waktu dari informasi keuangan yang transparan yang dapat dibandingkan dan relevan dibutuhkan oleh semua stakeholder (pekerja, suppliers, customers, institusi penyedia kredit, bahkan pemerintah). Para stakeholder ini bukan sekadar ingin mengetahui informasi keuangan dari satu perusahaan saja, melainkan dari banyak perusahaan (jika bisa, mungkin dari semua perusahaan) dari seluruh belahan dunia untuk diperbandingkan satu dengan lainnya.

Pertanyaannya, bagaimana kebutuhan ini dapat terpenuhi jika perusahaan-perusahaan masih menggunakan bentuk dan prinsip pelaporan keuangan yang berbeda-beda? International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi berkualitas tinggi dan kerangka akuntasi berbasiskan prinsip yang meliputi penilaian profesional yang kuat dengan disclosures yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu, dan akuntansi terkait transaksi tersebut. Dengan demikian, pengguna laporan keuangan dapat dengan mudah membandingkan informasi keuangan entitas antarnegara di berbagai belahan dunia.... read more

>>

Adopsi IFRS dan perubahaan dari GAAP ke IFRS is now a global phenomenon that is rapidly gathering pace.

IFRS adalah sebuah “System Pengukuran Kinerja Baru”, a new primary GAAP yang harus di umumkan kepada semua pihak di perusahaan (organisasi). Beralih ke IFRS artinya kita akan atau sedang “pola pikir pegawai accounting/keuangan dan bagian lain di perusahaan dalam bekerja. Dan menurut, PricewaterhouseCoopers dalam publikasinya “Making A change To IFRS”, ini membutuhkan “decesive shift” dalam “strategic management” perusahaan (organisasi).


PricewaterhouseCoopers:

"Transition often affects many areas, including:

[-]. Product viability
[-]. Capital Instruments
[-]. Derivatives and hedging
[-]. Employee benefits

The list goes on: fair valuations, capital allocation, leasing, segment reporting, revenue recognition, impairment reviews, deferred taxation, cash flows, disclosures, borrowing arrangements and banking covenants".

Maksudnya adalah: beralih ke IFRS bukanlah sekedar pekerjaan mengganti angka-angka di laporan keuangan, tetapi mungkin akan mengubah pola pikir dan cara semua element di dalam perusahaan.

Seperti yang tertera di atas bahwa di dunia internasional, IFRS telah diadopsi oleh banyak negara, termasuk negara-negara Uni Eropa, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Australia. Di kawasan Asia, Hong Kong, Filipina dan Singapura pun telah mengadopsinya. Sejak 2008, diperkirakan sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan mempresentasikan laporan keuangannya. Nah, pertanyaan pertama, "Bagaimana dengan Indonesia, apakah kita akan beralih ke IFRS atau tetap pada GAAP?"

Bagi pelaku bisnis pada umumnya, pertanyaan dan tantangan tradisionalnya: apakah implementasi IFRS membutuhkan biaya yang besar? Belum apa-apa, beberapa pihak sudah mengeluhkan besarnya investasi di bidang sistem informasi dan teknologi informasi yang harus dipikul perusahaan untuk mengikuti persyaratan yang diharuskan. Terlihat bahwa Indonesia masih ragu untuk mengadopsi IFRS. Padahal mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing perusahaan Indonesia di masa depan dan saya setuju bila Indonesia benar-benar mengadopsinya, apalagi di era perdagangan bebas saat ini warga negara Indonesia harus mempunyai bekal yang cukup untuk dapat bersaing dengan yang lainnya. Untuk mengadopsi ifrs memang dibutuhkan biaya yang cukup besar dan waktu yang lama untuk beradaptasi dengan perubahan ini tetapi ini demi kebaikan bersama untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat. Karena IFRS dimaksudkan sebagai standar akuntansi tunggal global, kesiapan industri akuntansi Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan menjadi daya saing di tingkat global. Inilah keuntungan dari mengadopsi IFRS.

Bagi pengusaha pada umumnya, yang menjadi bahan pertimbangan kedua apakah akan beralih ke IFRS atau tidak adalah “Apakah implementasi IFRS akan menghasilan incremental benefit atau tidak?”. Tetapi bagi perusahaan-perusahaan yang sudah go international, atau yang memiliki partner dari Uni Eropa, Australia dan Russia dan beberapa Middle East countries, tentu sudah tidak punya pilihan lain selain “mau tidak mau harus mulai berusaha menerapkan IFRS” dalam pelaporan keuangannya jika masih mau berpartner dengan mereka. Dan ternyata sudah ada perusahaan yang mensyaratkan “IFRS capability”.

ih Wow! Kalau begitu, jadi muncul pertanyaan kedua.

The next questions are:

"Apakah calon-calon “accountancy bachelor degree” di Indonesia (termasuk saya) yang akan graduate setiap tahun, yang jumlahnya mungkin mencapai puluhan ribu per tahun ini harus mengikuti jejak pendahulunya, yaitu harus berusaha keras compliance dengan IFRS setelah bekerja?"

Mengapa saya katakan "setelah bekerja?"

Alasannya adalah karena mengubah kurikulum akuntansi itu bukanlah pekerjaan yang bisa disamakan dengan seperti membalik telapak tangan. Coba deh kita pikirkan, apakah para guru besar akuntansi yang sebentar lagi akan memasuki masa retired (pensiun) bersedia menunda masa pensiunnya hingga universitas siap sepenuhnya dengan IFRS? Kalau saya diposisi mereka, saya lebih memilih untuk segera pensiun. HAHAHAHAHA...

Mau tidak mau kita (saya) harus dengan giat, berusaha keras untuk mengumpulan informasi, atau mengikuti seminar atau kursus, termasuk membeli buku IFRS mungkin. Tidak ada cara lain, karena memang itulah satu-satunya jalan keluar saat ini untuk cepat bisa memahami dan menguasai ketentuan IFRS.


referensi:

http://swa.co.id/2010/01/adopsi-ifrs-untuk-daya-saing-di-masa-depan/
http://putra-finance-accounting-taxation.blogspot.com/2008/06/apakah-kita-siap-adopsi-ifrs.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar